16 Hari Anti Kekerasan Pada Perempuan

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

PC Seukuran USB Flashdisk

Seorang developer game dari Inggris bernama David Braden berhasil menciptakan PC berukuran flashdisk. Bentuknya pun hampir mirip dengan flashdisk, dengan dua port USB di bagian ujungnya.

Five Cut Sunflowers,Oil on Canvas,1981

In the 1950s, Affandi began to create expressionistic paintings. Carrying the First Grandchild (1953) was the piece that marked his newfound style: “squeezing the tube.”

Hentikan Komersialisasi Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Membuat Blog di Blogspot

Blog adalah singkatan dari web log,bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah halaman web umum. Tulisan-tulisan ini seringkali dimuat dalam urutan terbalik (isi terbaru kemudian diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak selamanya demikian.

Gajah Mada


According to the Nagarakertagama, and supported by inscriptions dating from the late 13th and early 14th centuries, Raden Wijaya Sri Kertarajasa Jayawardhana married the four daughters of Kertanagara. From his eldest and principal queen, Dyah Dewi Tribhuwaneshwari, was born a son, Jayanagara, who succeeded to the throne on his father's death in 1309.

During the reigns of both Kertarajasa and Jayanagara the focus was on the establishment of stability within the new state. Numerous uprisings occurred, all of which were put down successfully, though not without cost of lives. Then, in 1328, Jayanagara was assassinated. It is said that he was overprotective towards his two half sisters, born from Kertarajasa's youngest queen, Dyah Dewi Gayatri. Complaints lodged by the two young princesses led to the intervention of Gajah Mada, the talented minister who was later to take Majapahit to the height of its glory. He arranged for a surgeon to murder the king while pretending to perform an operation

With the death of Jayanagara the throne of Majapahit was without a direct male heir. The position was occupied instead by the eldest of the deceased king's two sisters, Tribhuwana Wijayatungga Dewi, who ruled until 1350. By that time her son, Hayam Wuruk, who had been born in 1334, became old enough to take over. During his reign, as well as that of his mother, effective power was in the hands of Gajah Mada, who had been appointed prime minister and commander-in chief.

Gajah Mada stands among the greatest of Indonesia's heroes. From the time when he swore his famous oath of allegiance, the Sumpah Palapa, until his death in 1364, a period of just 28 years, he succeeded in spreading the power and influence of Majapahit throughout the archipelago, and even beyond the boundaries of the present day Republic of Indonesia.
From : EastJava.com

Mengenal Romo Mangun


Semakin manusia berilmu tahu banyak dan mendalam tentang Semesta Raya dan Semesta Mini, tentang diri sendiri juga, lewat pengamatan eksakta dan logikanya yang merupakan anugerah Allah yang luar biasa, maka semakin takjublah dia dalam pengakuan dirinya sebagai mahluk yang semakin merasa kecil dan tidak tahu banyak. Manusia yang berilmu luas dan mendalam semakin rendah hati dan kehilangan kesombongannya dibanding dengan manusia tradisional yang merasa tahu segala-galanya.

Namun semakin beratlah tanggung jawabnya tentang pemahamannya mengenai diri sendiri ditengah semesta raya dan tentang pemahamannya mengenai Tuhan.

Tulisan dihalaman belakang buku “Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan”

[Renungan Filsafat Hidup Manusia Modern] inilah yang membuat aku langsung membelinya 11 tahun yang lalu di toko buku Gramedia Matraman. Buku ini hanya salah satu dari begitu banyak karya Romo Mangunwijaya. Walaupun ini buku yang cukup serius, tapi kita selalu ingin tersenyum menikmati gaya Romo Mangun yang khas menyentil kefanatikan manusia yang serba sok. Membaca tulisan Romo Mangun selalu menyenangkan bagiku, karena selain ilmu yang didapat, juga kita dapat menikmati keindahan kata bercita rasa seni sastra.

Karangan-karangan di buku ini, pernah dimuat dalam harian Kompas. Pertamakali diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia (1987) dengan judul Putri Duyung yang Mendamba (sudah lama habis). Diterbitkan kembali oleh Penerbit Kanisius dengan tambahan esei-esei yang lebih baru sehingga jauh lebih lengkap dari yang terdahulu, dengan judul baru Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan pada tahun 1999 dalam rangka mengenang 100 hari meninggalnya Romo Mangun.

Catatan-catatan kecil dalam buku ini ingin mengantar pembaca yang peka tanda-tanda zaman kedalam dunia manusia ilmiah modern tadi yang sedang bergulat berat dengan Tuhannya. Berat namun mulia karena segala yang mulia harus diperoleh dengan mahal. Dengan resiko diperolok-olok sebagai orang sekularistis bahkan kafir modern. Tetapi sebenarnya dia lebih berkesempatan bagus mendekat dengan Tuhan berkat kejujurannya, kecintaannya kepada kebenaran apapun, dan terutama karena sikapnya yang suka merendahkan hati dan merasa diri hanya tahu sangat sedikit ditengah Semesta begitu raya dan begitu dalam penuh misteri.

source : Biokristi

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More